Candi Kalasan terletak di Desa Kalibening, Tirtamani, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Di dalam Prasasti Kalasan dikatakan, bahwa candi tersebut juga dinamakan candi Kalibening, sesuai dengan nama desa. Tidak jauh dari Candi Kalasan terdapat sebuah candi Sari, kedua candi memiliki kemiripan dalam struktur bangunan serta kehalusan pahatannya. Ciri khas lainnya yang ditemui pada kedua candi tersebut adalah menggunakan Vajralepa untuk melapisi ornamen dan relief pada dinding luar candi.
Pada umumnya, monumen candi dibangun oleh raja pada masanya untuk berbagai kepentingan ibadah, tempat tinggal untuk biarawan, pusat kerajaan atau tempat dilakukan kegiatan belajar mengajar agama. Keterangan tentang candi Kalasan dimuat dalam Prasasti Kalasan yang ditulis pada tahun 778 Masehi. Prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Sanskerta dan menggunakan huruf pranagari. Dalam Prasasti Kalasan dijelaskan bahwa, para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra telah menyarankan agar Maharaja Tejapurnama Panangkarana mendirikan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara dan juga bangunan biara untuk para pendeta Buddha. Menurut prasasti Raja Balitung, yang dimaksud dengan Tejapurnama Panangkarana adalah Rakai Panangkaran yang tidak lain adalah putra Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram Hindu.
Rakai Panangkaran kemudian menjadi raja Kerajaan Mataram Hindu yang kedua. Selama kurun waktu 750 hingga 850 Masehi kawasan utara Jawa Tengah dikuasai oleh raja dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan memuja dewa Siwa. Hal itu terlihat dari karakter candi yang dibangun di daerah tersebut. Selama kurun waktu yang sama pula, Wangsa Syailendra yang beragama Buddha aliran Mahayana mulai condong ke aliran Tantryana dan berkuasa di wilayah selatan Jawa Tengah. Pembagian kekuasaan tersebut berpengaruh pada karakter candi yang dibangun di wilayah masing-masing. Kedua Wangsa tersebut akhirnya disatukan melalui pernikahan Rakai Pikatan Pikatan (838 - 851 Masehi) dengan Pramodawardhani, Putra mahkota Maharaja Samaratungga dari dinasti Syailendra.