Gereja Ganjuran adalah salah satu tempat ziarah umat Katolik, memiliki latar belakang budaya dan sejarah unik. Ganjuran terletak di kabupaten Bantul, sekitar 20 kilometer di selatan Yogyakarta. Dibangun pada tanggal 26 Desember 1927 dan diberkati oleh Mgr. Van Velsen, seorang Uskup Agung Jakarta tanggal 11 Februari 1930. Sebagai tempat suci kebaktian umat Katolik, Ganjuran memiliki keunikan sejarah budaya, yaitu mempunyai sebuah candi bergaya Hindu dan Jawa. Ini merupakan gabungan antara budaya Mataram Kuno dan Majapahit dengan patung Hati Kudus. Pada Tahun 1938, seorang pastor paroki yang kemudian diangkat menjadi Uskup pribumi pertama di Indonesia, yaitu MGR Soegijopanata. Beliau memprakarsai upacara arak-arakan sakramen Maha Kudus, sebagai tanda penghormatan terhadap Hati Kudus Tuhan Yesus di pelataran candi Ganjuran.
Perayaan Ekaristi terkesan agung dan megah dimana sakramen Maha Kudus diarak mengelilingi lokasi gereja, dalam bentuk upacara ritual Jawa. Upacara arak-arakan ini dilaksanakan setiap tahun pada minggu terakhir bulan Juni. Candi Hati Kudus Gajuran dan Goa Maria Sendangsono diberkati pada tanggal dan bulan yang sama, yaitu tanggal 11 Februari saat penampakan Bunda Maria di Lourdes. Hanya saja pemberkatan Goa Maria Sendangsono dilakukan pada tahun 1929, sedangkan di Ganjuran tahun 1930. Hal ini dimaksudkan agar keduanya menjadi saling terkait, karena Maria dan Hati Kudus Tuhan Yesus diberkati oleh Bapa dan juga menjadi berkat bagi seluruh umat manusia.
Candi Hati Kudus Ganjuran juga menjadi tempat bagi penyembuhan berbagai penyakit. Ada beberapa kesaksian para peziarah di Ganjuran, terkait dengan penyembuhan penyakit yang sudah lama diderita. Mukjizat penyembuhan itu terjadi setelah mereka mandi dan minum air dari bawah candi Ganjuran yang dikenal dengan nama Tirta Perwitasari. Debit air cukup besar, yaitu 30 ribu liter per menit dan mempunyai 9 kran air yang diperuntukkan untuk para peziarah di Ganjuran.