Tamansari adalah salah satu warisan budaya kraton Yogyakarta yang masih terjaga kelestariannya. Berada di sebelah selatan bangunan utama Kraton dan menjadi salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan asing dan domestik. Tamansari pernah mengalami pemugaran tahun 2003, kini tampak lebih indah dan kokoh. Nama Tamansari berasal dari dua buah kata, yaitu taman dan sari. Jadi, Tamansari berarti sebuah kompleks bangunan taman yang indah. Untuk memasuki wilayah Tamansari dapat melalui pintu masuk sebelah timur, bagian barat bangunan sudah tertutup oleh padatnya rumah penduduk. Tamansari dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I dan diselesaikan pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana II. Arsitek pembangunan Tamansari adalah orang Portugis, sehingga bangunan ini memiliki seni arsitektur campuran gaya Eropa dan Jawa. Makna simbolik Jawa tetap dipertahankan dan cukup mendominasi struktur bangunan Tamansari.
Tamansari mempunyai beberapa bagian, kolam pemandian, kanal air, ruang khusus dan sebuah kolam yang besar. Menurut sejarahnya, tempat ini pernah digunakan untuk pemandian para raja yang berkuasa yaitu Hamengkubuwono bersama keluarganya. Tamansari juga digunakan sebagai tempat beribadah, karena di lengkapi dengan sebuah masjid di ruang bangunan Sumur Gumuling. Terdapat sebuah lorong diseputar Sumur Gumuling, menurut cerita lorong ini merupakan penghubung antara pantai Parangkusumo dan Kraton jogja. Menurut pendapat orang sekitar Kraton Jogja, Sultan selalu berhubungan atau berkomunikasi dengan Ratu Pantai Selatan atau Nyi Roro Kidul melalui lorong tersebut. Namun sekarang lorong tersebut sudah ditutup karena sudah rusak dan tidak adanya oksigen.
Selain digunakan untuk pesanggrahan dan juga sebagai tempat peristirahatan, Tamansari juga digunakan sebagai benteng pertahanan. Tembok yang mengelilingi Tamansari meskipun terlihat tua tetapi masih kokoh. Hal ini terbukti ketika terjadi gempa di kota Yogyakarta dan sekitarnya 2006 lalu, tembok tersebut masih berdiri kokoh hingga kini.